Yangsaya ketahui Pendidikan bahasa Daerah di Banyuwangi ada 2, bahasa Osing dan Jawa. Dimanapun kamu berada. Entah bahasa keseharianmu apa, 2 bahasa itu yang dimulokkan. Cukup sulit untuk penutur Jawa dalam belajar Osing, begitu pula sebaliknya. Kelihatannya Osing tak jauh beda dari Jawa, nyatanya sangat berbeda. PesonaBahasa Basanan Dan Wangsalan Berbahasa Jawa Dialek Using Banyuwangi M.Oktavia Vidiyanti Balai Bahasa Surabaya Abstrak Indonesia adalah salah satu bangsa yang terkenal memiliki budaya dan tradisi yang masih sangat kuat dan sangat beraneka ragam. Beranekaragamnya tradisi dan budaya yang dimiliki tersebut melambangkan beranekawarnanya bangsa IstilahOsing untuk menyebut suatu kelompok etnis dan bahasa lokal di Banyuwangi, pertama kali ditemukan dalam tulisan Lekkerkerker mengenai latar historis ujung timur PuIau Jawa yang terbit pada SoalUlangan Báhasa Jawa Kelas 4 Term 2 T13 Legenda Banyuwangi Dalam Bahasa Inggris Banyuwangi Story Laughter Bule Vs Kiái Ini Buktikan Báhasa Jawa Lébih Tinggi Cerita Rákyat Bahasa Jawa MaIin Kundang Calon Aráng Wikipedia Cerita Rákyat Joko Kendil DaIam Bahasa Jawa Search engines Research Inilah pembahasan seIengkapnya mengenai contoh soaI cerita rakyat báhasa jawa.Admin blog page KisahBanyuwangi bermula saat Raja Bantera bertemu dengan seorang gadis cantik di hutan saat dirinya tengah berburu. Gadis tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Surati, seorang putri dari kerajaan Kelungkung yang tengah melarikan diri karena konflik di kerajaannya. RADARBANYUWANGI - Buku cerita bergambar merupakan sebuah media pembelajaran yang baik untuk diberikan pada anak usia balita.Sebab pada tahap usia ini, si kecil sedang berada pada masa "golden age", di mana otaknya sedang berkembang dengan sangat pesat. Orang tua dapat memanfaatkan buku cerita bergambar untuk mengoptimalkan perkembangan otak balita. . Legenda bahasa jawa asal usul Banyuwangi – Konon, riyen kala wilayah ujung wetan Pulau Jawi ingkang alamnya mekaten sae niki dipunpangagengi dening satiyang ratu ingkang nduwe nami Prabu Sulahkromo. Lebet nglampahaken pamerentahanipun piyambakipun dibantu dening satiyang Patih ingkang gagah kendhel, arif, tampan nduwe nami Patih Sidopekso. Semah Patih Sidopekso ingkang nduwe nami Sri Tanjung sangeta sae parase, lembat manah basanipun dadosipun ndamel sang ratu ewah- ewah ingipun. Kajengipun tercapai hasrat sang ratu konjuk membujuk uga merayu Sri Tanjung mila muncullah manah liciknya kaliyan ngengken Patih Sidopekso konjuk nglampahaken jejibahan ingkang mboten bokmenawi sanguh dicapai dening manusia biyasa. Mila kaliyan tegas uga gagah kendhel, tanpa curiga, sang Patih budhal konjuk nglampahaken titah Sang ratu. Sepeninggal Sang Patih Sidopekso, sikap mboten senonoh Prabu Sulahkromo kaliyan merayu uga miawoni Sri Tanjung kaliyan samukawis blenjani daya dilakukanya. Nanging tresna Sang ratu mboten kengantosan uga Sri Tanjung tetap kekah pambadananipun, dados semah ingkang salajeng berdoa konjuk semahipun. Berang uga benter membara manah Sang ratu nalika tresnanipun ditolak dening Sri Tanjung. Nalika Patih Sidopekso wangsul saking misi jejibahanipun, piyambakipun lajeng sowan Sang ratu. Manah busuk Sang ratu muncul, miawoni Patih Sidopekso kaliyan ngantosaken menawi sepeninggal Sang Patih ing kala nglampahaken titah ratu mengker istana, Sri Tanjung ndhatengi uga merayu mawi bertindak serong kaliyan Sang ratu. Waos Ugi Sejarah Kota Banyuwangi dalam bahasa jawa Tanpa ngangen panjang, Patih Sidopekso lajeng memoni Sri Tanjung kaliyan kebak kedukan uga tuduhan ingkang mboten beralasan. Pangulan Sri Tanjung ingkang lugu uga jujur ndamel manah Patih Sidopekso tambah benter nguwawi nepsu uga bahkan Sang Patih kaliyan berangnya mengancam badhe mejahi semah setianya punika. Diseretlah Sri Tanjung datheng tepi lepen ingkang keruh uga kumuh. Nanging sadereng Patih Sidopekso mejahi Sri Tanjung, enten panedha paling akhir saking Sri Tanjung dhateng semahipun, dados bukti kejujuran, kesucian uga kesetiannya piyambakipun rela dipunpejahi uga kajengipun jasadnya diceburkan mlebet lepen keruh punika, menawi rahipun ndamel toya lepen mambet busuk mila badanipun sampun ndamel serong, nanging menawi toya lepen mambet harum mila piyambakipun mboten nglintu. Patih Sidopekso mboten malih saged nguwawi badan, enggal menikamkan dhuwungipun datheng dhadha Sri Tanjung. Rah memercik saking badan Sri Tanjung uga pejah saknalika. Jisim Sri Tanjung enggal diceburkan datheng lepen uga lepen ingkang keruh punika berangsur-angsur dados bening kados kaca mawi ndhawahaken ambet harum, ambet arum. Patih Sidopekso terhuyung-huyung, dhawah uga piyambakipun dados linglung, tanpa piyambakipun elingi, piyambakipun menjerit “Banyu….. … arum…………… . Banyu arum … ..” Banyuwangi lair saking bukti tresna semah ing semahipun. Tokoh sejarah benten piyambakipun Minak Djinggo, satiyang Adipati saking Blambangan ingkang memberontak majeng keraton Majapahit uga saged ditumpas dening kengkenan Majapahit, yaiku Damarwulan. Nanging sayektos nami Minak Djinggo sanesa nami sejatos saking adipati Blambangan. Nami kesebat dipunsukakna dening sakunjukan kalangan istana Majapahit dados wujud olok-olok dhateng Brhe Wirabumi ingkang pancen putra prabu hayam wuruk saking selir. Kunjuk masyarakat Blambangan, cerios Damarwulan mboten berdasar. Cerios niki namung bentuk propaganda Mataram ingkang mboten nate kedadosan nyuwasani wilayah Blambangan ingkang kala punika disokong dening keraton hindu Mengwi ing Bali. Legenda bahasa jawa asal usul Banyuwangi. Banyuwangi merupakan salah satu destinasi wisata yang cantik di ujung Pulau Jawa. Namun, tahukah kamu bagaimana asal usul Kota Banyuwangi? Kalau belum, simak ulasannya dalam artikel ini, yuk!Penamaan kota-kota di Indonesia tak jarang berasal dari cerita rakyat yang berkembang di daerah setempat. Salah satunya adalah legenda asal usul Kota Banyuwangi yang cukup populer di kalangan jika ingin mengetahui dongengnya lebih detail, barangkali kami bisa menyimak penjelasan mengenai cerita rakyat Kota Banyuwangi dalam artikel ini. Tak hanya pesan moral yang mungkin bisa kamu ambil dari narasinya, ada juga fakta menarik yang barangkali bisa menambah Tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang asal usul Kota Banyuwangi beserta unsur instrinsik di dalamnya? Kalau begitu, langsung cek saja pembahasan lengkapnya di bawah ini, yuk! Pada zaman dahulu kala, wilayah yang belum dikenal sebagai Banyuwangi ini dipimpin oleh seorang bernama Prabu Sulakromo. Dalam urusan kepemimpinannya, ia dibantu oleh seorang patih bernama Patuh Sidopekso. Sang patih sendiri dikenal sebagai seseorang yang setia, berani, dan bertanggung jawab. Patih Sidopekso memiliki seorang istri bernama Sritanjung yang tak hanya cantik jelita, tapi juga mempunyai kepribadian yang luhur. Maka dari itu, bukan sebuah kebetulan kalau Sritanjung banyak menarik perhatian para laki-laki di wilayah itu. Salah satu laki-laki yang ikut tergila-gila pada Sritanjung adalah Prabu Sulakromo. Ia bahkan tak gentar untuk merayu dan membujuk istri Patih Sidopekso untuk mau menjadi pasangannya. Supaya bujukannya berhasil, ia pun sampai mencari ide licik. Sang raja kemudian memerintahkan Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang sebenarnya dirancang supaya mustahil untuk diselesaikan. Sang patih yang setia kepada rajanya melaksanakan tugas itu tanpa rasa curiga sama sekali. Patih Sidopekso kemudian pamit kepada istrinya, Sritanjung demi tugas yang diberikan oleh sang raja. Sritanjung melepas kepergian suaminya dengan dengan hati yang lapang. Ia percaya suaminya akan sukses mengemban tugas kerajaan dan kembali ke sisinya lagi. Prabu Sulakromo Melancarkan Aksinya Setelah perginya Patih Sidopekso, Prabu Sulakromo semakin tidak tahu malu untuk mendekati Sritanjung. Dalam cerita asal usul Kota Banyuwangi, dijelaskan bahwa raja ini terus menggoda istri sang patih dan menjanjikan berbagai hal jika Sritanjung mau berhubungan dengan Prabu Sulakromo. Sritanjung yang tidak mau mengkhianati cintanya pada sang suami bersikeras menolak tawaran Prabu Sulakromo. Wanita ini tetep kekeuh setia menanti sang suami dan terus berdoa agar Patih Sidopekso bisa pulang dengan selamat. Penolakan Sritanjung memancing kemarahan Prabu Sulakromo. Ia tidak terima dengan perlakuan sang istri patih kepadanya dan merasa harga dirinya telah direndahkan. Ia pun kemudian menyusun rencana untuk memfitnah Sritanjung. Setelah berbulan-bulan lamanya, Patih Sidopekso akhirnya kembali dan langsung menghadap ke Prabu Sulakromo untuk melaporkan tugas yang telah berhasil ia selesaikan. Namun, betapa terkejutnya Patih Sidopekso ketika rajanya mengungkapkan apa yang telah diperbuat istrinya selama sang patih pergi. Prabu Sulakromo membohongi Patih Sidopekso kalau istrinya telah berani merayunya walaupun sudah memiliki seorang suami. Sang patih yang mendengarkan pernyataan sang raja merasa malu dan marah kepada istrinya. Ia pun pulang ke rumahnya dengan hati yang diselimuti kekecewaan bercampur kemarahan. Baca juga Dongeng Situ Bagendit beserta Ulasannya, Kisah Menarik yang Sarat Pesan Moral Akhir Hidup Sritanjung Selanjutnya, dalam legenda asal usul Banyuwangi, Patih Sidopekso diceritakan menemui istrinya dan bertanya apakah yang disampaikan oleh sang raja adalah benar adanya. Sritanjung yang mulanya bahagia karena sang suami akhirnya kembali tentu saja merasa tidak terima atas kebohongan yang dibuat oleh Prabu Sulakromo. Sritanjung tentu saja menolak pernyataan sang raja dan mengatakan pada suaminya kalau itu hanyalah fitnah. Wanita cantik ini menekankan kalau ia sama sekali tidak merayu sang raja dan setia menanti kepulangan sang patih. Patih Sidopekso yang telah dibutakan oleh kemarahan dan sakit hati tidak bisa mengendalikan diri dan berpikir bahwa sang raja tak mungkin salah. Ia pun menyeret Sritanjung ke tepi sungai yang keruh sekaligus membawa keris miliknya. Sritanjung yang sadar bahwa ia akan dibunuh akhirnya memohon untuk bisa mengajukan permintaan terakhirnya kepada sang suami. Patih Sidopekso kemudian mendengarkan apa yang diminta oleh istrinya itu. Sritanjung berkata bahwa ia rela dibunuh dan mayatnya diceburkan ke sungai. Jika air sungai semakin keruh dan menimbulkan bau busuk, maka itu tandanya ia telah berkata bohong dan mengkhianati cinta suaminya. Namun, bila airnya menjadi bening dan berbau harum, berarti sang raja telah berbohong dan Sritanjung memang tidak mengingkari cinta Patih Sidopekso. Patih Sidopekso kemudian menusuk kerisnya ke dada sang istri. Darah merah segar mengalir dengan deras dari tubuh Sritanjung hingga wanita ini menghembuskan napas terakhirnya. Lalu, Patih Sidopekso menceburkan mayat sang istri ke dalam sungai. Lama-kelamaan, air sungai yang sebelumnya berwarna keruh berubah menjadi jernih seperti kaca. Selain itu, bau harum juga tercium dari air sungai yang membuat Patih Sidopekso tertegun dan terhuyung-huyung jatuh ke atas tanah setelah mencerna kejadian di depan matanya. Patih Sidopekso sadar kalau istrinya berkata jujur dan ia telah ditipu oleh Prabu Sulakromo. Ia pun kemudian menjerit, “Banyu….. wangi” berkali-kali. Dalam bahasa Jawa, banyu artinya adalah air dan wangi bermakna harum. Peristiwa itulah yang menginspirasi asal usul nama Kota Banyuwangi. Baca juga Legenda Mengenai Asal Usul Danau Toba, Fakta Menarik, dan Ulasan Lengkapnya Unsul Intrinsik dalam Asal Usul Kota Banyuwangi Sumber Instagram – mfirdiyansyah Setelah menyimak tentang dongeng asal penamaan Kota Banyuwangi, rasanya belum lengkap kalau tidak sekalian membahas tentang unsur intrinsik di dalamnya. Kamu bisa menyimak uraiannya dalam penjelasan lengkap berikut ini 1. Tema Inti cerita atau tema dari asal usul Kota Banyuwangi adalah tentang kesetiaan cinta dan kejujuran istri yang tidak dipercaya oleh suaminya. Ketidakpercayaan suami itu akhirnya menelan korban, yakni istri tercintanya sendiri. 2. Tokoh dan Perwatakan Dalam cerita ini, terdapat tiga tokoh yang memiliki peran untuk kelangsungan narasi legenda Kota Banyuwangi. Ketiga tokoh tersebut adalah Prabu Sulakromo, Patih Sidopekso, dan Sritanjung. Prabu Sulakromo digambarkan sebagai sosok yang iri, tak mau kalah, memiliki ego yang tinggi, dan serakah. Ia sama sekali tidak malu untuk merayu Sritanjung walaupun wanita ini telah menjadi istri laki-laki lain. Sementara itu, Patih Sidopekso adalah karakter yang setia dan bertanggung jawab. Sayangnya, kesetiaan berlebihan laki-laki ini kepada sang raja justru menjadi kehancurannya sendiri karena ia tidak percaya pada kejujuran Sritanjung yang merupakan istrinya sendiri. Sritanjung merupakan wanita yang dikenal karena kecantikan parasnya serta budi luhurnya. Ia adalah wanita yang jujur, setia, baik hati, dan bijaksana. Walaupun dituduh berselingkuh dengan sang raja, ia tetap setia dengan Patih Sidopekso dan justru mengorbankan nyawanya sendiri. 3. Latar Tempat kejadian cerita atau latar dalam sejarah asal usul Kota Banyuwangi setidaknya berlangsung di tiga lokasi. Lokasi pertama adalah istana kerajaan di mana Prabu Sulakromo menjalankan tugas sebagai pemimpin kerajaan, rumah Patih Sidopekso dan Sritanjung, serta sungai yang menjadi saksi di mana Sritanjung menghembuskan napas terakhirnya. 4. Alur Alur dari legenda Kota Banyuwangi digolongkan dalam alur maju atau progresif. Cerita diawali dengan ketertarikan Prabu Sulakromo kepada Sritanjung yang kemudian mendorongnya untuk menugaskan Patih Sidopekso supaya berada jauh dari kerajaan agar sang raja bisa bebas merayu Sritanjung. Puncak konflik terjadi ketika Patih Sidopekso dibutakan oleh amarahnya karena merasa dikhianati oleh Sritanjung setelah mendengar pernyataan dari Prabu Sulakromo. Sayangnya, cerita diakhiri dengan kematian Sritanjung karena Patih Sidopekso tidak mau percaya dengan kejujuran wanita ini. 5. Pesan Moral Amanat atau pesan moral dari asal usul Kota Banyuwangi adalah untuk tidak dengan mudah percaya terhadap sesuatu. Apalagi kalau hal itu menyangkut orang terdekat yang sudah kamu kenal lama. Dari Prabu Sulakromo kamu dapat belajar untuk tidak menjadi seseorang yang mau menang sendiri dan memiliki ego yang terlalu tinggi. Sementara itu, Patih Sidopekso meninggalkan pelajaran berharga untuk selalu mencari kebenaran dengan pemikiran yang jernih dan tidak mudah dibutakan oleh amarah. Meskipun Sritanjung pada akhirnya menemui ajal, kebaikan dan kesetiaan cintanya pada sang suami barangkali bisa kamu tiru. Bagaimana pun kejamnya dunia telah memperlakukanmu, yakinlah bahwa kebaikan dan kejujuran yang telah kamu lakukan tidak akan pernah sia-sia. Selain unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik dari legenda penamaan Kota Banyuwangi yang bisa kamu ambil, yakni berdasarkan norma yang berlaku di masyarakat sekitar. Sebut saja nilai moral, budaya, dan sosial. Baca juga Simak Kisah Menarik Asal-Usul Rawa Pening dan Ulasan Lengkapnya di Sini, Yuk! Fakta Menarik Sumber Instagram – jovitaayu Selain ulasan dan unsur intrinsiknya, terdapat juga fakta-fakta menarik yang berhubungan dengan legenda munculnya nama Kota Banyuwangi yang bisa kamu simak. Berikut ini adalah penjelasannya 1. Ada Versi Lain dengan Tokoh yang Berbeda Selain asal usul Kota Banyuwangi versi Sritanjung, ada juga versi lain yang memiliki alur sama tapi dengan nama tokoh yang berbeda. Dalam versi lain, Patih Sidopekso disebut sebagai Raden Banterang dan Sritanjung adalah Surati. Dalam versi ini, diceritakan kalau Surati adalah seorang putri keturunan kerajaan yang berjumpa dengan Raden Banterang di hutan. Karena paras ayunya, Raden Banterang kemudian meminang Surati sebagai istrinya. Cinta mereka diuji ketika kakak Surati meminta wanita ini untuk membalaskan dendam kematian ayah mereka yang dibunuh oleh Raden Banterang. Surati tidak mengiyakan permintaan kakaknya karena ia setia dengan suaminya. Sayangnya, kakak Surati kemudian berjumpa dengan Raden Banterang dan menjebak Surati dengan cara mempengaruhi Raden Banterang kalau istrinya akan mengkhianati sang raden. Pada akhirnya, nasib Surati sama dengan Sritanjung. 2. Adanya Keberadaan Sumur Sritanjung Sumur Sritanjung berlokasi di Jalan Sidopekso nomor 10 A Kelurahan Temenggungan, Kota Banyuwangi. Lebih tepatnya lagi berada di belakang Pendopo Shaba Swagata Blambangan. Diduga, sumur ini dulunya adalah pemandian untuk para putri. Sumur ini adalah sumber mata air yang tak pernah kering walaupun di musim kemarau sekalipun. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, sumur ini akan mengeluarkan bau harum yang menyimbolkan pertanda baik. Sementara itu, jika mengeluarkan bau anyir, artinya akan ada peristiwa buruk yang terjadi. Cerita Rakyat Asal Usul Kota Banyuwangi yang Legendaris Demikianlah asal usul Kota Banyuwangi yang berusaha kamu jelaskan dalam uraian singkat. Semoga saja penjelasan di atas bisa semakin menambah wawasanmu terhadap kota yang dijuluki sebagai Sunrise of Java ini. Selain cerita ini, masih banyak dongeng-dongeng lain yang dapat kamu simak di PosKata. Beberapa di antaranya adalah cerita rakyat Situ Bagendit, asal usul Kota Surabaya, serta cerita tentang Sangkuriang. Selamat membaca! PenulisAulia DianPenulis yang suka membahas makeup dan entertainment. Lulusan Sastra Inggris dari Universitas Brawijaya ini sedang berusaha mewujudkan mimpi untuk bisa menguasai lebih dari tiga bahasa. EditorKhonita FitriSeorang penulis dan editor lulusan Universitas Diponegoro jurusan Bahasa Inggris. Passion terbesarnya adalah mempelajari berbagai bahasa asing. Selain bahasa, ambivert yang memiliki prinsip hidup "When there is a will, there's a way" untuk menikmati "hidangan" yang disuguhkan kehidupan ini juga menyukai musik instrumental, buku, genre thriller, dan misteri. Berikut adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Jawa Timur yaitu legenda “Asal usul terbentuknya atau sejarah terjadinya kota banyuwangi” yang dikisahkan secara turun temurun. Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak. Alkisah dahulu pada suatu masa, terdapatlah sebuah kerajaan di bagian timur pulau jawa. Penduduk yang berada di kerajaan ini memiliki taraf hidup yang baik karena dipimpin oleh raja yang baik pula. Sang raja memiliki seorang anak laki-laki atau pangeran. Dia adalah penerus kerajaan dan menjadi harapan bagi keluarga raja. Nama putra raja tersebut adalah Raden Banterang. Raden Banterang sangat sering berburu, karena dia menyukai kegiatan ini. Hingga pada suatu hari Putra Raja ini menyuruh pengawalnya untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk pergi berburu. Kemudian berangkatlah Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Mereka terus berjalan, semua menelusuri hutan dengan arah pandangan masing-masing. Tak diduga, ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya. Raden Banterang terus mengejar kijang tadi, tapi ternyata kijang tersebut bergerak cepat sehingga sang raden kehilangan jejak buruannya Dia terus mencari, berjalan kesana kemari, bahkan berlari dengan cepat. Hingga Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Berbagai usaha sudah dia lakukan, tapi binatang buruan itu tidak ditemukan. Matanya masih melihat ke kiri dan kanan, ke depan dan ke belakang. Raden akhirnya merasa haus dan sampailah pada di sebuah sungai yang sangat bening airnya. Dia sangat kagum melihat air yang jernih dan kelihatan bersih segar. Dengan segera Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Sekarang dia merasakan kesegaran yang luar biasa. Beberapa saat kemudian dia pun berniat meninggalkan sungat tersebut. Tapi baru saja beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita. Raden Banterang sangat heran melihat kejadian yang tidak diduga ini. Dia mengira bahwa gadis ini sangatlah cantik, sehingga membuatnya ragu apakah gadis tersebut benar-benar manusia. Dia diam sejenak, kemudian sang raden memberanikan diri mendekati sang gadis dan menanyakan apakah dia adalah betul-betul manusia. Dengan raut muka yang sedikit takut, sang gadis pun menjawab bahwa dia adalah manusia. Bukanlah mahluk kayangan atau penunggu hutan. Mendengar jawaban itu, lalu Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menjawab dengan sopan, Kemudian mereka pun berkenalan. Sang gadis memperkenalkan diri bahwa namanya adalah Surati yang berasal dari kerajaan Klungkung. Dia pun melanjutkan cerita dan asal mula dia berada di hutan ini. Dia menceritakan bahwa dia berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Wajah sang gadis terlihat sangat sedih. Dengan wajah sedih dia mengisahkan bahwa ayahnya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan dan membela rakyatnya. Setelah mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang menjadi sangat terkejut. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Akhirnya mereka sampai di istana Raden Banterang. Hari demi hari berlalu, mereka pun makin lama makin akrab. Mereka saling bercerita dan berbagi kisah. Setelah saling merasa cocok, maka tak lama kemudian mereka pun menikah. Kedua pasangan ini pun merasa sangat berbahagia, karena memiliki rumah tangga yang penuh cinta. Pada suatu hari puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. Tiba-tiba dia mendengar suara seorang laki-laki yang memanggil namanya. Awalnya sang putri merasa ragu dan heran karena laki-laki tersebut hanya berpakaian compang-camping. Tapi laki-laki tersebut terus memanggil namanya. Sang putri pun mulai berfikir, mungkin orang ini kenal dengan dirinya. Lalu dia pun mengamati wajah lelaki itu. Setelah memperhatikan dengan seksama, akhirnya sang putri baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Mereka pun saling bicara. Kemudian Rupaksa menceritakan tentang maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Demikian juga Surati, dia juga menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Mendengar cerita Surati, sang kakak Rupaksa menjadi marah mendengar jawaban adiknya. Tapi karena sadar bahwa adiknya berada dalam dilema, dia pun menjadi maklum. Dengan bijaknya, Rupaksa pun berniat untuk pergi lagi. Dia pun sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. Rupaksa pun berpesan pada adiknya bahwa ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat Surati adiknya. Untunglah perjumpaan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tanpa diduga, ketika Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. Lelaki itu pun berkata “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri” Dia pun menjelaskan “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan” Kemudian setelah menyampaikan hal itu, lalu lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Setelah itu Raden Banterang memutuskan untuk segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke tempat tidur istrinya. Raden Banterang kemudian mencari ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. Dia pun berkata pada istrinya “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” “Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.” Sang istri pun menjawab dengan tenang “Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” Tapi sayang, Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya. Kemudian Raden Banterang mempunyai niat jahat. Dia punya rencana untuk menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Mendengar itu, Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Tapi apa dikata, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. Dia masih tetap marah dan murka. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan. Surati pun melanjutkan “Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolak!” Walau sudah mendengar pernyataan yang jujur dari istrinya, hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Dengan murkanya, Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang. Beberapa saat kemudian, lalu terjadi sebuah keajaiban. Bau wangi dan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. Raden Banterang pun hanya bisa bersedih dan berkata “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Hatinya terasa hancur. Raden Banterang merasa sangat menyesal. Kemudian dia menangis sekeras-kerasnya mendapati istrinya sudah meninggal. Sekarang dia jadi sadar, bahwa atas kesombongan dan kebodohannya telah membuatnya kehilangan istri yang baik dan berbakti. Tapi semua sudah terlambat, dia hanya menyesal setelah semuanya terjadi. Sekarang dia tidak bisa lagi bertemu dengan istrinya yang cantik. Mulai saat itu, sungai tersebut tetap menjadi wangi dan harum baunya. Jadi masyarakat menyebutnya sungai wangi, atau dalam bahasa jawa disebut Banyuwangi. Kata banyu berarti air, dan kata wangi artinya harum. Dari perpaduan 2 kata tersebut terbentuklah kata Banyuwangi, yang merupakan nama dari Kota Banyuwangi di Provinsi Jawa Timur. Originally posted 2013-12-01 171753. Republished by Blog Post Promoter Sejarah kota Banyuwangi dalam bahasa jawa – Sejarah kitha banyuwangi Merujuk saking data ingkang kawontenan, sapanjang sejarah Blambangan kintenipun udhar 18 Desember 1771 ngrupikaken kedadosan sejarah ingkang paling sepuh ingkang patut diangkat dados dinten dados Banyuwangi. Sadereng kedadosan puncak perang Puputan Bayu kesebat saleresipun enten kedadosan benten ingkang ngriyenanipun, ingkang ugi heroik-patriotik, yaiku kedadosan penyerangan para pejuang Blambangan ing ngandhap pimpinan Pangeran Puger putra Wong Agung Wilis datheng benteng VOC ing Banyualit ing taun 1768. Nanging tresna kedadosan kesebat mboten kecatet sacara pepak udharanipun, uga kajawi punika terkesan menawi lebet penyerangan kesebat kita sedaya kawon total, saweg pihak mengsah hampir mboten rekaos ketunen menapaa. Ing kedadosan niki Pangeran Puger dhawah, saweg Wong Agung Wilis, saksampune Lateng dihancurkan, tatu, tempen uga lajeng dipunbucal datheng Pulau Banda Lekkerkerker, 1923 . Berdasarkan data sejarah nami Banyuwangi mboten saged ucul kaliyan keajayaan Blambangan. Ket jaman Pangeran Tawang Alun 1655-1691 uga Pangeran Danuningrat 1736-1763, bahkan ugi ngantos nalika Blambangan wonten ing ngandhap perlindungan Bali 1763-1767, VOC dereng nate kegeret konjuk mlebeti uga mengelola Blambangan 1045 . Ing taun 1743 Jawi kunjukan wetan klebet Blambangan diserahkan dening Pakubuwono II dhateng VOC, VOC rumaos Blambangan pancen sampun dados gadhahipun. Nanging konjuk sementara taksih dipunkajengipunaken dados barang simpanan, ingkang enggal badhe dikelola sak-ugi-wanci, menawi sampun dibetahaken. Bahkan nalika Danuningrat memina bantuan VOC konjuk cucul badan saking Bali, VOC taksih dereng kegeret konjuk ningali datheng Blambangan Ibid 19231046. Nanging enggala saksampune Inggris menjalin hubungan gramen kaliyan Blambangan uga mbadanaken kantor gramenipun komplek Inggrisan sakmenika ing taun 1766 ing bandar alit Banyuwangi ingkang ing wanci punika ugi kanaman Tirtaganda, Tirtaarum utawi Toyaarum, mila VOC lajeng ngabah konjuk enggal ngrebat Banyuwangi uga mak-likaken sedaya Blambangan. Sacara umum lebet peprangan ingkang kedadosan ing taun 1767-1772 5 taun punika, VOC pancen ngupados konjuk ngrebat sedaya Blambangan. Nanging sacara khusus saleresipun VOC kesurung konjuk enggal ngrebat Banyuwangi, ingkang ing wanci punika sampun awiti berkembang dados puser gramenan ing Blambangan, ingkang sampun dipunkuwaosi Inggris. Kaliyan mekaten pertela, menawi lairipun setunggal panggen yag lajeng dados tepang kaliyan nami Banyuwangi, sampun dados kasus kedadosanipun peperangan dahsyat, perang Puputan Bayu. Menawi sakintenipun Inggris mboten bercokol ing Banyuwangi ing taun 1766, bokmenawi VOC mboten badhe buru-buru numindakake ekspansinya datheng Blambangan ing taun 1767. Uga amargi punika bokmenawi perang Puputan Bayu mboten badhe kedadosan puncaknya ing udhar 18 Desember 1771. Kaliyan mekaten mesti enten hubungan ingkang erat perang Puputan Bayu kaliyan lairipun setunggal panggen ingkang nduwe nami Banyuwangi. Kaliyan tembungan benten, perang Puputan Bayu ngrupikaken kunjukan saking proses lairipun Banyuwangi. Amargi punika, penetapan udhar 18 Desember 1771 dados dinten dados Banyuwangi sayektos rasional sanget. Sejarah kota Banyuwangi dalam bahasa jawa. Sugeng sonten rencang sedaya, pada kesempatan sore hari ini cerita legenda bahasa jawa dengan judul Banyuwangi akan mewarnai kumpulan cerita dalam blog ini. Bagaimana kisah tersebut dapat kita simak di bawah ini. Cerita legenda bahasa jawa, Kedadean Banyuwangi Ing jaman riyen wonten tlatah Jawa Timur gesang Raja lan Permaisuri ingkang sami-sami tresna. Kados pundikemawon permaisuri menika ugi anggadahi paras engkang ayu lan gemati dening keluargi. Gejaba menika piyambake ugi setiya sanget dening garwanipun. Wonten sawijining dinten, Raja nduwe pangangkah kesah datheng ngalas konjuk berburu menjangan utawi sangsam. Raja banjur bidhal kanti rencangi para pengawale. Saksampune dangu wonten ngalas, Raja banjur kondur datheng kraton. Permaisuri bungah sanget nalika ningali Raja kondur. Ilustrasi Cerita Bahasa Jawa Banyuwangi Permaisuri caos pirsa dateng Raja menawi sakjroning Raja kesah wonten tami saking keraton sanes. Nanging nalikaning Raja badhe memoni tamu punika, dumadakan Raja mireng menawi tamu kesebat akrab sanget dening Permaisuri. Kedadean menika anggawe Raja duka uga cemburu lan nuduh Permaisuri sampun selingkuh kaliyan tamu punika. Permaisuri mitadosaken Raja menawi punika mboten leres. Nanging Raja tetap mboten percaya marang Permaisuri. Sinambi nangis banjir eluh Permaisuri criyos “Rama, kula kersa mbuktikaken menawi kula mboten salah, Kula badhe nyemplung wonten kali wingking keraton, menawi mangke toya kali punika mambu busuk, nandake tuduhan Rama dateng kula menika leres. Nanging, menawi toya kali punika wangi, nandake tuduhan dening kula mboten leres, “wilujeng tilar Rama”. Sakwise kedadean kesebat, kali panggen tilaripun Permaisuri punika dipunsukani nami “BANYUWANGI”. Begitulah cerita legenda bahasa jawa yang mengisahkan tentang asal usul Banyuwangi. Semoga dapat menambah wawasan sekaligus menghibur kita semua. klik untuk menyimak

cerita banyuwangi dalam bahasa jawa